uhamka
KEBIJAKAN TEKNOLOGI WILAYAH DI KOREA :TEKNOPOLIS GENERASI KETIGA
By Sepeda Lipat | | 0 Comments |
Teknologi memberikan kontribusi bagi pengembangan masyarakat dan perekonomian nasional melalui penemuan, pengalihan, difusi dan aplikasi pengetahuan baru. Dengan demikian, pengembangan teknologi sangat erat kaitannya dengan keunggulan daya saing yang diupayakan oleh setiap negara yang sedang menghadapi persaingan yang sangat ketat karena perubahan ekonomi global yang sangat cepat (Sung and Hyun, 1998; Porter, 1990). Dalam kaitan ini, pengembangan ekonomi yang dihela oleh teknologi merupakan inti dari kebijakan pemerintah Korea selama 40 tahun terakhir. Satu dari banyak kebijakan yang menjanjikan adalah membangun kawasan industri dan/atau taman riset yang disebut sebagai teknopolis, dimana teknopolis ini menciptakan keterkaitan yang erat antara pemerintah, universitas, lembaga riset dan perusahaan untuk melakukan inovasi teknologi dan produk baru, mengalihkan dan mengkomersialisasikan terknologi dan produk tersebut serta memberi dukungan bagi usaha kecil menengah melalui program inkubasi (ITEP, 1998).
PENDAHULUAN
By Sepeda Lipat | | 0 Comments |
Sepanjang sejarah, teknologi telah memberikan pengaruh yang mendalam bagi perkembangan kemanusiaan dan kemajuan peradaban. Dibutuhkan waktu sekitar 2 juta tahun untuk mengubah kebiasaan manusia bercocok tanam dari peladang berpindah menjadi petani yang memanfaatkan peralatan dan menggunakan tenaga hewan. Kemajuan ini secara signifikan membawa perubahan bagi peradaban manusia. Beberapa ribu tahun kemudian telah disaksikan munculnya teknologi roda, kincir dan peralatan-peralatan mekanis. Kurang dari dua abad yang lalu mesin uap dan sistem pabrik telah mendorong dimulainya revolusi industri, Energi dihasilkan dari air, dari tenaga mekanis, listrik dan nuklir sehingga memungkinkan umat manusia untuk melakukan perubahan dalam cara hidupnya. Belum pernah ada dalam sejarah dimana teknologi mempunyai peran yang begitu besar dalam kehidupan manusia, seperti halnya sekarang ini. Teknologi telah merambah ke dalam segala aspek kehidupan manusia. Keberhasilan kegiatan pemerintah, perusahaan global, perusahaan swasta dan individual sangat bergantung kepada teknologi. Tingkat kemajuan teknologi dan ketergantungan masyarakat terhadap teknologi telah mempercepat pergerakan dunia menuju abad 21
INDEKS IKLIM TEKNOLOGI WILAYAH
By Sepeda Lipat | | 0 Comments |
Iklim pengembangan teknologi merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan dalam proses transformasi ekonomi di suatu wilayah yang menerapkan strategi pembangunan berbasis teknologi. Pengalaman menunjukkan bahwa pemasangan fasilitas (peralatan, hardware) produksi yang sama di dua tempat wilayah berbeda akan membuahkan hasil yang berbeda. Dalam hal ini, wilayah yang memiliki dukungan iklim teknologi yang lebih kuat, akan menerima hasil yang lebih baik untuk pemasangan fasilitas produksi yang sama dibandingkan wilayah yang memiliki dukungan iklim teknologi yang kurang kuat. Beberapa studi internasional menunjukkan bahwa umumnya negara maju memiliki iklim teknologi yang lebih baik dibandingkan negara yang sedang berkembang. Dalam konteks wilayah kiranya dapat dihipotesiskan bahwa wilayah yang maju memiliki iklim teknologi yang lebih baik dari pada wilayah yang masih terbelakang. Oleh karena itu penerapan teknologi untuk pembangunan wilayah akan lebih berhasil pada wilayah yang telah dipersiapkan lebih dahulu dukungan iklim teknologinya. Beberapa alasan kurangnya daya dukung iklim teknologi di wilayah yang masih terbelakang antara lain adalah akumulasi teknologi yang tidak signifikan, keterbatasan tenaga ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), ketidakcukupan investasi di bidang iptek, tidak efisiennya sistem pengembangan iptek, serta struktur sosial yang masih tradisional.
ECONOMIC DEVELOPMENT AND HAPPINESS: A CROSS-NATIONS PATH ANALYSIS
By Sepeda Lipat | | 0 Comments |
This paper analysis direct and indirect impacts of economic development indicators that consist of economic growth, human development and global competitiveness, on happiness. Cross-section data on economic growth, human development, global competitiveness and happiness were collected from 123 countries and employed to a path analysis model. The result showed that directly, in Path-1 the impact of economic growth on happiness was negative and significant. Indirectly, the impacts of economic growth on happiness varied depend on the path. In Path-7, P43-P31, the impact of economic growth on happiness through global competitiveness was positive and significant. In Path-8, P43-P32-P21, the impact of economic growth on happiness through global competitiveness and human development was negative, but statistically was not significant. Finally, in Path-9, P42-P21, the impact of economic growth on happiness through humandevelopment was negative but statistically was not significant. The implication of this finding was that economic growth no longer important factor in development, especially when development aimed to make people happy.
KONSEP DAYA SAING WILAYAH PERSPEKTIF TEKNOLOGI
By Sepeda Lipat | | 0 Comments |
Pembahasan mengenai konsep daya saing tidak bisa dilepaskan dari evolusi teori daya saing itu sendiri. Pada awalnya teori daya saing secara spesifik membahas tentang kemampuan suatu perusahaan agar tetap survive dalam apasar yang dinamis. Dari teori daya saing pada tingkat perusahaan dalam suatu negara, kemudian berkembang menjadi suatu konsep daya saing antarnegara. Dalam bagian ini selain menjelaskan tentang evolusi teori daya saing, dicontohkan pula beberapa pengukuran atau pemeringkatan daya saing dengan metodologi yang berbeda-beda dari berbagai penelitian yang pernah dilakukan di Indonesia
TECHNICAL EFFICIENCY AND RETURN TO SCALE IN THE INDONESIA ECONOMY DURING THE NEW ORDER AND THE REFORMATION GOVERNMENTS
By Sepeda Lipat | | 0 Comments |
This paper analyses technical efficiency and return to scale in the Indonesia economy during the year of 1967 to 2013. These range of years covering two eras of Indonesian government; the New Order era that lasted between the year of 1966 to 1998 and the Reformation era during the year 1998 to 2014. The analysis was also based on the Indonesia economy’s business cycle those categorised as Oil Booming Phase (1967-1981), Recession Phase (1982-1986), Deregulation Phase (1987-1996), Multidimension Crisis Phase (1997-2001) and Economic Recovery Phase (2002-2013). Using data on Gross Domestic Product based on constant price of the year 2000, capital stock with the same based year and employment (1967-2013), Cobb-Douglas production functions were exercised to calculate technical efficiency and return to scale employing regression analysis tehniques. The results shows that technical effiency during the New Order Goverment were better than those during Reformation Goverment. The results also showed that technical efficiencies vary among phases in the Indonesian economy.
GIRIOT REVISITED: UP-DATED AND EVALUATED
By Sepeda Lipat | | 0 Comments |
This paper reported an evaluated of a hybrid procedure in GIRIOT (Generation Inter-Regional Input-Output Table) applied for an Island economy of Indonesia. The model was then up-dated using Indonesian data for the year 2015. GIRlOT combines and modifies the GRIT II and GRIT III procedures developed at The University of Queensland. At least three aspects of the new procedure are different to GRIT; the hybrid procedure designed for a mainland economy in a developed country. GRIT uses national technical coefficients. GIRlOT adjusts regional technology differences since in an island country like Indonesia; regional diversity exists in its ecology, economy and culture. GRIT uses LQ (Location Quotient) techniques. GIRIOT estimates the intra-regional input coefficients by employing the generalised RSP (Regional Supply Percentage) and uses column-only as well as row-only approaches. The two approaches are then reconciled. GIRlOT also estimates the inter-regional input coefficients using the interisland transport pattern of commodity groups for primary and secondary sectors and the pattern of population distribution for the non-zero imports of service sectors. The GIRIOT procedure consists of three stages, seven phases and twenty four steps. Stage I: Estimation of Regional Technical Coefficients, consists of two phases, namely Phase 1: Derivation of National Technical Coefficients and Phase 2: Adjustment for Regional Technology. Stage II: Estimation of Regional Input Coefficients, consists of two phases, namely Phase 3: Estimation of Intraregional Input Coefficients, and Phase 4: Estimation of Inter-regional Input Coefficients, and Stage III: Derivation Transaction Tables, consists of three phases, namely Phase 5: Derivation of Initial Transaction Tables, Phase 6: Sectoral Aggregation, and Phase 7: Derivation of Final Transaction Tables. The results were two 5 region-9 sector models; row only table and column only table. The validity of the two tables was tested using professional judgment as well as sensitivity test of multipliers resulted yang the models.
INDONESIA’S INTER-REGIONAL INPUT-OUTPUT MODEL: A NEW HYBRID PROCEDURE FOR AN ISLAND ECONOMY
By Sepeda Lipat | | 0 Comments |
Tulisan ini menggagas sebuah prosedur hibrida baru dalam penyusunan model input-output antardaerah pada suatu perekonomian kepulauan, dengan mengacu kepada kasus khusus Indonesia. Prosedur ini, disebut GIRIOT, merupakan kombinasi dan modifikasi dari prosedur GRIT II dan GRIT III; prosedur hibrida yang dirancang untuk perekonomian maju di negara benua. Dua prosedur hibrida dalam penyusunan model input-output antardaerah akan ditelaah. Kemudian, empat pertimbangan dasar dari prosedur hibrida baru akan dikemukakan, sebelum prosedur yang diusulkan dibahas; tahap demi tahap. Menggunakan data Indonesia, dua model input-output antardaerah kemudian dihasiikan. Pengujian validitas model menunjukkan bahwa prosedur yang digagas menghasilkan model input-output antardaerah yang dalam batas tertentu mencerminkan karakteristik perekonomian kepulauan Indonesia.
PERANAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH TRANSMIGRASI
By Sepeda Lipat | | 0 Comments |
Peranan Industri Pengolahan Hasil Pertanian (IPHP) Dalam Pengembangan Wilayah Transmigrasi dengan Kasus Pabrik Pandu (Pilot Plant) Ethanol di Satuan Kawasan Pemukiman Transmigrasi Tulang Bawang I, Lampung (Di bawah Bimbingan Lutfi Ibrahim NASOETION sebagai Ketua, isang GONARSYAH dan Bambang Sulistiyo UTOMO sebagai Anggota). Penelitian ini bertujuan untuk : (1) memperkirakan dampak IPHP terhadap peningkatan pendapatan wilayah, (2) mempelajari kesediaan transmigran untuk mengusahakan tanaman Ubi kayu sebagai bahan baku bagi IPHP dan (3) mempelajari kemungkinan alokasi pemanfaatan lahan yang dapat memaksimumkan pendapatan transmigran dari kegiatan usaha tani.
KEBERARTIAN SEKTOR INDUSTRI DI PULAU JAWA DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA : ANALISIS INPUT-OUTPUT ANTARDAERAH
By Sepeda Lipat | | 0 Comments |
The island of Java is significantly important for the Indonesian economy as the national economy is highly concentrated in this island. Historically, the island of Java has dominated the Indonesian economy since the colonial era. More than 60 per cent output of the Indonesian economy resulted by the island of Java. Using an inter-island input-output model, this paper shows the economic significant of manufacturing industry, the island of Java and Java's manufacturing industry in the Indonesian economy.
1 15 16 17 18 19 214